Assalamu'alaikum

Assalamu'alaikum
Salam Ukhwah... Mari berbagi kisah

Selasa, 24 Maret 2015

Cinta Kemana

Cinta kemana?

Jangan kau cari cinta
Ia tetap membersamaiku tatkala kau bukan bagiku
Seperti hutan yg mencintai pohon2nya

Jangan kau lihat cinta dengan matamu,
Karna nyatanya ia tak nampak oleh mu
Sebab cinta, bukan hal unt d pertontonkan

Biar berlari cinta
Karna kebesaran hati selalu jd pilihan terakhir

Cintamu, ada d depan matamu.....
Kau hanya perlu mengedipkan mata, dan berkata 'kujemput cinta sejatiku untuk cintamu'




Padamu, yg merindu cinta

Rabu, 15 Januari 2014

LP HALUSINASI




LAPORAN PENDAHULUAN

I.      Kasus/Masalah utama : Halusinasi
II.    Proses terjadinya masalah
A.     Definisi
·         Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
·         Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik  (Nasution, 2003).
·         Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi atau suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar atau suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
·         Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan dimana klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
·         Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).

B.      Jenis-Jenis Halusinasi :
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis.
·      Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
·      Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
·      Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
·      Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
·      Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
·      Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
·      Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C.      Data penunjang
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
Ø  Bicara sendiri.
Ø  Senyum sendiri.
Ø  Ketawa sendiri.
Ø  Menggerakkan bibir tanpa suara.
Ø  Pergerakan mata yang cepat
Ø  Respon verbal yang lambat
Ø  Menarik diri dari orang lain.
Ø  Berusaha untuk menghindari orang lain.
Ø  Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Ø  Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Ø  Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Ø  Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Ø  Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ø  Ekspresi muka tegang.
Ø  Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Ø  Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Ø  Tampak tremor dan berkeringat.
Ø  Perilaku panik.
Ø  Agitasi dan kataton.
Ø  Curiga dan bermusuhan.
Ø  Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ø  Ketakutan.
Ø  Tidak dapat mengurus diri.
Ø  Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
Ø  Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
Ø  Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
Ø  Gerakan mata abnormal.
Ø  Respon verbal yang lambat.
Ø  Diam.
Ø  Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
Ø  Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
Ø  Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
Ø  Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
Ø  Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Ø  Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya.
Ø  Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Ø  Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
Ø  Berkeringat banyak.
Ø  Tremor.
Ø  Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
Ø  Perilaku menyerang teror seperti panik.
Ø  Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
Ø  Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
Ø  Menarik diri atau katatonik.
Ø  Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
Ø  Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
D.     Penyebab masalah utama
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Faktor predisposisi
a.Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1.   Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2.   Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3.   Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

b.   Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c.    Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.







2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
      Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

E.      Akibat
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.



III.   Pohon masalah
Resiko mencederai diri / orang lain/ prilaku kekerasan
 



Harga diri rendah
Gangguan persepsi / sensori : halusinasi
Isolasi sosial / menarik diri
 









                                   
                                           Faktor presdisposisi
Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
a.        Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b.        Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c.         Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d.        Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
IV.  Diagnosa keperawatan
1.      Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2.      Isolasi sosial : menarik diri

V.   Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi 
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
a.      Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b.      Perkenalkan diri dengan sopan
c.       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d.      Jelaskan tujuan pertemuan
e.      Jujur dan menepati janji
f.        Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g.      Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2.      Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1        Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2        Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
2.3        Bantu klien mengenal halusinasinya
a.      Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b.      Apa yang dikatakan halusinasinya
c.       Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
d.      Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e.      Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4        Diskusikan dengan klien :
a.      Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b.      Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
2.5        Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien  mengungkapkan perasaannya




3.      Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
3.1        Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2        Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
3.3        Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
a.      Katakan “ saya tidak mau dengar”
b.      Menemui orang lain
c.      Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d.      Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara sendiri
3.4        Bantu  klien memilih  dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap
3.5        Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6        Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7        Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4.      Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
4.1       Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
4.2       Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
a.      Gejala halusinasi yang dialami klien
b.      Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi
c.       Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
d.      Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain



5.      Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
5.1        Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat
5.2        Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
5.3        Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat yang dirasakan
5.4        Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5        Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri
Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
Tujuan khusus :
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1.      Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
1.2.      Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
1.3.      Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2.      Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
2.1  Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
2.1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.1.  Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul
2.1. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3.      3.  Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1              Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
a.      Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b.      Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
c.      Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.2              Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
a.     Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
b.     Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
c.      Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4.      Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan :
4.1     Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2     Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
§  K – P
§  K – P – P lain
§  K – P – P lain – K lain
§  K – Kel/Klp/Masy
4.3     Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4.4     Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5     Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
4.6     Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7     Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5.      Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
5.1      Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
5.2      Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain
5.3      Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6.      Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
6.1        Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
§  Salam, perkenalan diri
§  Jelaskan tujuan
§  Buat kontrak
§  Eksplorasi perasaan klien
6.2        Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
§  Perilaku menarik diri
§  Penyebab perilaku menarik diri
§  Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
§  Cara keluarga menghadapi klien menarik diri


6.3        Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
6.4        Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu
6.5        Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

DAFTAR PUSTAKA

1.            Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
2.            Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3.            Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK UI. 1999
4.            Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
5.            Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
6.            Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000