Assalamu'alaikum

Assalamu'alaikum
Salam Ukhwah... Mari berbagi kisah

Rabu, 27 Juli 2011

Cinta Tiada Banding


Ketika Rasulullah SAW menjelang kewafatannya, Beliau sedang terbaring di tempat tidurnya di dalam rumahnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk ?” tanyanya. Tapi Saidatina Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maaf, ayahku sedang tidak dapat ditemui” kata Saidatina Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahandanya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Saidatina Fatimah “Siapakah itu wahai anakku ?”. “Tidak tahu ayah, sepertinya aku baru kali ini melihatnya” tutur Saidatina Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah SAW menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bagian demi bagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut” kata Rasulullah SAW, Saidatina Fatimah pun menahan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, kemudian Rasulullah SAW menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah ?” Tanya Rasululllah SAW dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata Jibril.

Tapi itu tidak membuat Rasulullah lega, Rasulullah SAW masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini ?” tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak ?”. “Jangan khawatir wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku : ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya” kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah SAW ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah SAW bersimbah peluh. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini”.

Mata Saidatina Fatimah terpejam, Saidina Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Tidak sukakah engkau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah SAW pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup melihat kekasih Allah direnggut ajal” kata Jibril. “Ya Allah, betapa dahsyat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku”.

Badan Rasulullah SAW mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Saidina Ali segera mendekatkan telinganya “Uushiikum bis-shalaati, wa maa malakat aimaanukum - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu”.

Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Saidatina Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Saidina Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii! - Umatku, umatku, umatku”.

Dan, berakhirlah hidup manusia yang paling mulia yang memberi cahaya bagi kegelapan, obat dari seluruh penyakit, penghulu seluruh manusia, rahasia dari segala rahasia, dan makhluk paling sempurna. Rasul yang sangat mengkhawatirkan nasib umatnya dari pada dirinya.

Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Namun, bagaimanakah cinta kita kepada Rasulullah? Sudahkah kita mengikuti seluruh Sunnahnya?

Allaahumma sholli ‘alaa saidina Muhammad.....

Selasa, 26 Juli 2011

Berbeda Itu Fitrah


Beberapa waktu silam, ketika jalan-jalan di sebuah toko buku, tak sengaja mataku tetuju pada buku yang berjudul “Berbeda itu Berkah”, setelah ku baca deskripsi singkat di sampul terakhir, ternyata buku tersebut berisikan tentang perbedaan karakter setiap manusia. Hm… hanya ku pegang sesaat, karena buku yang ingin ku cari sudah dapat, mungkin untuk bulan berikutnya saja,. Terinspirasi darijudul buku, Jadi kali ini ana ingin menggoreskan sebuah catatan yang ane beri judul “Berbeda itu Fitrah” hheee… Entermezo…


Ikhwatifillah, Pada dasarnya Allah telah memfitrahkan pada diri seseorang untuk tetap mempertahankan prinsipnya masing-masing, karena Allah telah menciptakan manusia dengan berbagai macam karakter yang berbeda. Perbedaan pendapat kadangkala tak bisa kita hindari, terutama ketika berada pada majelis syuro’, antara pendapat A dan B dalam memandang suatu keadaan tak jarang berbeda, sehingga percekcokan sering terjadi pada kalangan aktivis da’wah kampus.

Ikhtilaf di tengah umat tak hanya terjadi pada masa ini, bahkan ketika masa Nabi Muhammad SAW, perbedaan pendapat sering terjadi antara kalangan para sahabat. Kadang Bliau membenarkan salah satu pendapat dari sahabat, namun tentu saja perbedaan itu tak menjadi bomerang bagi salah satu diantara yang berselisih, karena siapapun pendapatnya yang dibenarkan oleh Rosul, mereka tak merasa besar hati, dan bagi yang dikalahkan, mereka tak merasa rendah diri.

Perbedaan ini tetap saja ada selepas wafatnya nabi tercinta, para sahabatpun berselisih faham tentang tempat pemakaman Rasulullah, bahkan ketegangan semakin terasa ketika Pembaiatan Pemimpin setelah Rosulullah. Masing-masing pihak merasa berhak untuk memberi keputusan, bahkan perselisihan ini hampir meruntuhkan persatuan mereka. Namun, karena mereka adalah orang-orang pilihan yang langsung dikader oleh Nabiyullah saw, merekapun mendasarkan dari niat yang ikhlas, dan Umarpun menunjuk Abu bakar untuk melanjutkan kepemimpinan Rosul, dan kesepakatanpun di susul oleh sahabat-sahabat lainnya.

Antara Suami dan Istripun tak bisa selalu disamakan. Dalam hal selera makanan saja sudah berbeda, apalagi dalam pendapat. Yang menjadi masalah, jika keduanya tak bisa saling menerima perbedaan tersebut. Rosulullah adalah sosok pemimpin yang sukses dalam memadukan perbedaan antara masing-masing individu sahabatnya, perselisihan ras, suku dan beberapa kabilah yang berselisih.
Beberapa pon, yang mungkin bisa kita ambil dalam menghindari perselisihan yang buruk adalah:

1. Tujuan utama adalah mencari kebenaran
Jika seseorang memiliki tujuan besar dalam mencari kebenaran, ia akan ikhlas dalam menerima pendapat orang lain yang itu adalah kebenaran. Bahkan, pada kondisi tertentu ia harus siap untuk menyatakan kekeliruan pendapatnya. Namun, bagi mereka yang berselisih untuk mencari kepuasaan hati pribadinya, ia akan sulit menerima kebenaran yang datangnya dari orang lain, jika di hati kecilnya timbul rasa pembenaran pendapat orang lain, ia akan segera menepisnya, bahkan tak takut-takut untuk memutar balikkan fakta, bahkan ayat-ayat Allah, hal ini mereka lakukan karena ingin mengunggulkan diri masing-masing. Na’udzubillah…

2. Positif Thinking
Mereka yang ikhlas sajalah yang mampu berbaik sangka terhadap orang yang tak sejalan dengannya. Tapi, apabila Buruk sangka telah memenuhi rongga hatinya, hampir dapat dipastkan, perselisihan semakin berkobar dan pendapat lawan akan selalu dinilai negative. Dan bagi mereka yang senantiasa dalam keadaan berbaik sangka, ia akan dengan mudah berlapang dada atas setiap apa-apa pendapat orang lain, yang hakikatnya lebih benar.

3. Koreksi diri
Seseorang yang berani memberi pendapat, berarti ia harus berani mengoreksi dirinya, pendapat yang di utarakan harus jelas alasannya, sehingga ketika argumennya berbeda dengan orang lain, ia siap untuk mempertahankan pendapatnya

4. Jauhi Kegaduhan dan TIDAK Berdebat

Apabila seorang ditanya tentang suatu masalah yang ia tahu dapat menimbulkan kegaduhan
dan fitnah, maka dia harus bisa mengelak daripadanya kemudian berusaha mengarahkan si Penanya pada pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih baik, tanpa membuat si Penanya tersinggung atau kecewa. Perselisihan akan semakin tajam, jika seorang pemimpin maupun ulama justru memancing reaksi umat dengan ucapan dan pendapatnya yang kontroversial.
Seperti dipesankan hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan Muslim bin Yassar, "Waspadalah kamu terhadap perdebatan, karena sesungguhnya ia merupakan saat ketidaktahuan orang yang berilmu dan karenanya setan mencari kesalahannya."
Rasulullah Saw pun bersabda pula, "Barangsiapa tidak mau berdebat karena mengaku salah, maka dia akan dibangunkan sebuah rumah di sekitar surga. Barangsiapa tidak mau berdebat karena mengaku benar maka dia akan dibangunkan sebuah rumah di tengah-tengah surga. Dan barangsiapa yang membaguskan akhlaq-akhlaqnya maka dia akan dibangunkan sebuah rumah di bagian atas".

Janganlah kamu berselisih, karena kamu akan menjadi lemah dan hilang kewibawaan kamu.”
(QS. Al-Anfal: 46)

“Janganlah kamu seperti orang-orang yang musyrik, yaitu mereka mencerai-beraikan agamanya dan bergolong-golongan. Dan setiap golongan berbangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Rum: 31-32)
Semoga Bermanfaat….